Obat herbal (Foto: Google)
KONSEP kembali ke alam terus didengungkan berbagai kalangan di Tanah Air, terutama penggunaan tumbuhan alami yang berkhasiat obat. Selain ekonomis dan berbiaya murah, obat herbal diyakini minim efek samping.Dalam dua dasawarsa terakhir penggunaan obat bahan alam mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik di negara berkembang maupun di negara-negara maju. Kini pengobatan alternatif mempergunakan ramuan tradisional ini tidak hanya diminati oleh masyarakat pedesaan, tetapi juga kalangan menengah ke atas perkotaan.
Pengobatan tradisional menjadi semacam tren di tengah masyarakat yang selama ini lebih banyak mengandalkan sistem pengobatan modern, kalangan medis, dan ilmu kedokteran dari Barat. Gaya hidup kembali ke alam ini biasa disebut back to nature, di mana semakin bervariasi produk obat bahan alam yang beredar di pasar dan banyaknya produsen obat bahan alam.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terapkan.
Di Afrika, sebanyak 80 persen dari populasinya penduduknya menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat. Selain itu, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu seperti kanker dan meluasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia.
WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional, termasuk herbal, dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis dan penyakit degeneratif. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Di Indonesia penggunaan herbal sudah lama dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu upaya mengatasi masalah kesehatan.
Selain lebih ekonomis, efek samping ramuan herbal sangat kecil. Apalagi, merunut pengalaman nenek moyang kita, mereka banyak menggunakan tumbuh-tumbuhan dalam pengobatan berbagai penyakit. Menenggak jamu godokan bahkan menjadi kebiasaan mereka demi mendongkrak stamina tubuh. Banyak orang yang yakin mengonsumsi obat-obatan yang berasal dari alam atau herbal lebih bagus ketimbang obat-obat kimia.
Karena belakangan, kualitas obat herbal yang semakin banyak diteliti juga disebut-sebut tidak kalah ampuh dibanding obat-obatan berbahan kimia. Bahkan untuk penyakitpenyakit gawat seperti stroke, jantung, diabetes, dan kanker. Seperti juga pengalaman Hari Suhardiyanto, 54, seorang pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) asal Lebak, Banten. Sejak dua tahun lamanya pria beranak lima ini menderita diabetes melitus yang cukup parah. “Luka karena diabetes saya sudah sangat parah.
Kaki saya mulai membusuk dan dokter sarankan untuk dipotong. Saya takut,” katanya lirih. Apalagi, karena penyakit ini kondisi badannya terus melemah, akhirnya mengganggu aktivitasnya serta selalu tertidur. Pengobatan demi pengobatan terus dia jalani di sebuah rumah sakit dekat dari tempat tinggalnya. Namun karena keterbatasan biaya, Hari mulai meninggalkan perawatan medis. Penyakitnya pun semakin lama bertambah parah. Suatu hari, salah satu tetangganya menyarankan untuk mengonsumsi obat herbal dari tumbuhan alami.
Dia lantas membeli sebuah produk herbal berbahan dasar buah manggis yang diketahui mengandung konsentrasi antioksidan yang tinggi, karbohidrat, dan serat yang dipercaya mampu mengobati penyakitnya dan menjaga vitalitas tubuhnya. Hari pun mengonsumsi minuman alami ini secara rutin. Benar saja, selama dua bulan menggunakan produk ini, dia mengalami kesembuhan secara ajaib dari penyakit diabetes yang dideritanya. Mulai lima hari pertama keadaannya mulai sedikit demi sedikit berubah. Badannya mulai lebih segar, lukanya pun mulai sedikit mengering.
“Setiap pagi saya selalubersihkanlukanya,” tuturnya. Hingga hari ke-50 pemakaian obat herbal ini, tubuh Hari berangsur- angsur sembuh. Lukanya sudah mulai menghilang dan dia sudah bisa duduk dan berjalan kembali. Hari pun merasa bahagia dan cerah menatap hari-harinya. Sebuah proses kesembuhan yang ajaib mengingat diabetes merupakan penyakit yang belum ada obat yang mampu menyembuhkannya secara total.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peneliti Bahan Alam Dr Maksum Radji, penggunaan bahan herbal untuk pengobatan suatu penyakit memang tengah berkembang luas. Hal itu, kata dia, akibat gencarnya pemberitaan media dan testimoni sejumlah orang yang telah berhasil sembuh dari penyakitnya dengan mengonsumsi produk herbal.
“Biasanya kalau sedang sakit seseorang tidak punya pilihan. Sehingga ketika membaca sebuah berita atau mendengar cerita soal sebuah obat dari bahan alami, langsung ikut-ikutan,” terangnya. Padahal, setiap obat-obatan yang dimasukkan ke dalam tubuh akan memberikan efek dan manfaat yang berbeda-beda pada setiap orang.
Karena itu, harus dilihat dan dipikirkan masak-masak apa saja kandungan yang terdapat dalam sebuah obat herbal, cara meraciknya, serta waktu kedaluwarsanya. Apalagi, pernyataan yang menyebutkan bahwa obat herbal tidak memiliki efek samping setelah diminum juga kurang tepat. “Ada juga sejumlah obat herbal yang mengganggu fungsi ginjal misalnya,” ungkap Maksum.
Faktanya, tidak semua obat tradisional itu benar-benar dari bahan- bahan alami. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pernah menemukan sedikitnya 93 jenis obat herbal yang mengandung bahan kimia obat keras di sejumlah pasar tradisional.
Berbagai bahan kimia obat keras yang pernah ditemukan BPOM, di antaranya fenilbutazon, metampiron, CTM, piroksikam, deksametason, allupurinol, sildenafil sitrat, sibutramin hidroklorida, dan parasetamol.
Sejumlah bahan kimia tersebut tentu saja dapat membahayakan kesehatan, bahkan mematikan. Yang pasti, ujar Maksum, pengobatan medis dengan bahan baku kimia masih tetap diperlukan. Mengingat obat-obatan tersebut sejatinya memiliki kekuatan ilmiah karena sudah melalui proses uji klinis. Kalaupun terdapat efek samping, baik secara langsung maupun hasil akumulasi, tentu hal itu sudah diperhitungkan dan dipelajari.
“Yang penting, gunakan sesuai aturan. Tidak berlebihan,” kata mantan Ketua Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia itu. Berbicara keefektifan bahan herbal untuk pengobatan dibanding obat kimia, Maksum menjelaskan, sampai saat ini masih setara.
Terutama obat herbal yang proses pembuatannya telah distandardisasi serta ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinis pada manusia atau disebut fitofarmaka.
Obat herbal jenis ini dijamin ampuh untuk mengobati sejumlah penyakit. Obat tradisional sendiri diketahui dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka