Biasakan Anda minum herbal untuk menjaga kesehatan (Foto: Google)
Mahalnya pengobatan konvensional serta ketakutan terhadap efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini, menjadikan masyarakat banyak beralih ke pengobatan herbal. Alhasil, obat herbal pun menjadi tumpuan harapan bagi pasien dengan berbagai keluhan penyakit. Terutama penyakit yang cukup berat seperti kanker.
Melihat kondisi dewasa ini, kecenderungan gaya hidup kini mulai kembali pada penggunaan produk-produk berbahan alami. Di berbagai negara, hal ini dikenal sebagai “gelombang hijau baru” atau new green wave dalam bahasa Inggrisnya. Gerakan ini berupaya menggunakan kembali bahan-bahan yang didapat dari alam.
Dari 25.000–30.000 spesies tanaman yang ada di Indonesia, sedikitnya sebanyak 9.600 di antaranya berpotensi sebagai obat. Namun, sejauh ini baru 300 spesies tanaman yang dimanfaatkan oleh industri obat tradisional.
Menurut Dr Dwi Ratna Sari H MKK, ramuan herbal berfungsi membantu proses kesembuhan dengan cara memperkuat jaringan yang terserang serta memperbaiki kerusakannya, menghentikan pendarahan, menghilangkan racun, menghilangkan rasa sakit. “Obat herbal juga bisa meningkatkan imunitas seluler dan fungsi hormonal,” kata Dwi.
Namun sejatinya, obat herbal bekerja sebagai pelengkap, bukannya pengganti obat-obat konvensional yang telah diresepkan oleh dokter. Jadi, obat ini aman dikonsumsi meski pada saat yang sama pasien juga tengah mengonsumsi obat dari dokter. Cukup beri waktu jeda 2–3 jam setelah pasien meminum obat pemberian dokter.
Akan tetapi Dwi mengaku, tidak sedikit di antara pasiennya yang telah menolak pengobatan konvensional dan beralih ke obat herbal. Ada pula pasien kanker yang memutuskan untuk menjalani terapi herbal ketimbang mengikuti kemoterapi.
“Dengan petunjuk yang diberikan seperti mengikuti diet, banyak pasien saya yang diberi kesembuhan,” kata dokter yang berpraktik di Klinik Mulyasari Medika ini.
Selain mengonsumsi obat herbal, ada baiknya pasien kanker juga menjaga makanannya. Sebaiknya penderita kanker tidak mengonsumsi daging, terutama daging hewan yang berkaki empat. Namun, sesekali pasien diizinkan menyantap ayam kampung atau ikan. Sayuran merupakan menu wajib yang harus ada di setiap jam makan. Ketika menjalani pengobatan herbal ini, Dwi mengatakan, yang paling penting adalah kondisi kejiwaan pasien. Pasien harus selalu berpikiran positif dan rela menjalani seluruh pengobatan.
“Yang pertama, pasien harus yakin bahwa pengobatan akan membawanya kepada kesembuhan, dan sabar,” beber tim peneliti Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia.
Kesabaran diperlukan karena obat herbal tidak bekerja secara cepat, namun memerlukan waktu, berbeda dengan obat yang diberikan dokter. Pengobatan herbal ini memang banyak dicari oleh pasien kanker.
Sayangnya, menurut Ketua Umum Perhimpunan Peneliti Bahan Alam Dr Maksum Radji, belum banyak orang yang meneliti khasiat obat herbal secara in vivo (langsung kepada pasien kanker) manusia. Namun secara sektoral, Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), Jakarta, dan Rumah Sakit Dokter Sutomo, Surabaya, telah memulainya. Beberapa rumah sakit di Indonesia saat ini memang menyediakan poli herbal. Pengobatan secara herbal ini pun di beberapa tempat telah di-cover oleh Askes.
Maksum menambahkan, tata laksana dari Departemen Kesehatan masih tetap memakai obat sintetis, kemoterapi, dan penerapan teknologi kanker modern. Diharapkan obat herbal bisa mendampingi kemoterapi dan bersifat saling mendukung satu sama lain.
Menurut Hematologis dan Internis RSKD Profesor Dr dr Arry Harryanto Reksodiputro SpPDKHOM, obat herbal cukup efektif untuk meningkatkan imunitas tubuh pasien kanker. Pernyataannya itu didasari oleh studi yang dilakukannya kepada 15 pasien kanker nasofaring di RS Dharmais selama satu tahun terakhir. Dalam studinya tersebut, Arry memakai jenis obat herbal yang berasal dari ekstrak obat herbal China bernama tien-hsien liquid. Obat ini berisi beragam kandungan, di antaranya Cordyceps sinensis, Oldenlandia diffusae, Indigo pulverata levis, dan Polyporus umbellatus.
Penelitian dilakukan terhadap pasien kanker nasofaring yang telah menjalani terapi kemoterapi atau radiasi. Hasilnya, pemberian obat herbal selama empat pekan dapat meningkatkan imunitas pasien kanker yang biasanya menurun akibat kemoterapi ataupun radiasi.
Menurut Arry, obat herbal di China rata-rata berkhasiat meningkatkan fungsi-fungsi sel darah yang berperan dalam respon imun. Lebih jauh Arry mengatakan, sebagian besar obat herbal tidak mempunyai efek membunuh sel kanker secara langsung—berbeda dengan obat sintetis, yang langsung menyerang sel kanker.
“Obat herbal bersifat suportif, seperti menimbulkan nafsu makan, menghilangkan rasa sakit, membuat orang tidak lemas lagi, dan meningkatkan daya tahan tubuh,” ujarnya.
Dia menjelaskan, penelitiannya ini masih bersifat preliminary study atau baru evaluasi pendahuluan. Untuk melihat secara holistik, harus lebih banyak lagi studi yang mesti dilakukan kepada pasien kanker. Ke depan, bukan tidak mungkin ada interaksi antara obat herbal dan modern.
Atau sebaliknya, obat herbal malah memperkuat efek dari kemoterapi. Adapun obat herbal masih perlu sinkronisasi dari penelitian di batas in vitro ke penelitian in vivo. Menurut Maksum, yang masih menjadi kendala adalah perhitungan dosisnya.